Suatu
siang yang terik.., seorang istri, sebut saja Ida (maaf yag namanya
sama, coman contoh kok), pulang dari bekerja. Ia menjadi guru di sekolah
swasta. Memang niatnya untuk bekerja tidak sekedar cari uang, toh
selama ini suaminya mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya dengan
baik. Namun, ia ingin sekali
menyampaikan ilmunya kepada orang lain seraya mengisi kegiatan hariannya
yang sudah mulaai longgar. Toh, anak-anaknya sudah beranjak dewasa.
Bahkan yang sulung sudah kuliah, yang nomor, dua sudah mau lulus SMA dan
yang terkecil kelas II SMP.
“Di luar panas sekali. Jadi capek rasanya,” ujarnya seraya memasukkan sepeda motor ke garasi.
Suaminya yang duduk di ruang tamu, mendengar keluhan itu.
“Kalau
memang kerja kepanasan, ya di rumah saja. Ngga usah kerja. Aku ngga
pernah memintamu bekerja. Kalau bekerja jangan mengeluh. Bekerja itu
bagian dari ibadah,” ujar suaminya.
Bagai geledak di siang bolong. Si istri, ngga terbayangkan akan mendapatkan jawaban seperti itu. Pertengkaran pun terjadi.
Lain
lagi kisah Milna, sebut saja demikian. Ibu muda ini mendekati suaminya
di teras. Sebagai pendatang baru di perumahan tersebut, ia belum banyak
mengenal tetangga. Ada juga sh beberapa tetangga yang sudah dikenalnya.
Namun, tidak semua sebaik yang diharapkan. Ia pun menceritakan
masalahnya kepada suaminya, sore itu.
“Pa, mama ngga ada teman deh
di sini. Masak Bu A situ, sukanya ngerasani orang. Mama kan ngga suka
begitu. Giliran mama ke Bu B, ehh malah dipamerin barang-barang
koleksinya yang mahal-mahal..eh mama coba dekatin bu RT, nggak tahunya
sok repot, banyak kerjaan. Jadi deh kayak gini,” ujar si Milna.
“Saranku,
ngga usah kemana-mana aja deh. Di rumah saja, toh bentar lagi kamu
punya bayi pasti repot. Ya, ingat ngga usah kemana-mana!” tegas
suaminya.
Gubrak!! Si istri menjadi tertekan karena tidak boleh kemana-mana lagi.
----
Dua
hal di atas adalah dialog antara suami istri, yang mungkin saja pernah
saya dan Anda alami. Tentu dengan varian waktu, suasana dan masalah yag
berbeda. Namun, ada garis tengah di antara dua kisah di atas. Yakni,
istri ingin curhat dan mengeluh, sementara, tanggapan suami ngga seperti
yang diharapkan. Akibatnya, gubrak yang dirasakan para istri ini. Bener
nggak?
Kok bisa ngga nyambung seperti itu? Apa istri salah waktu curhat? Atau suami yang salah?
Nah,
di sini , saya mencoba memberi ilustrasi, secara psikologi...ealaaah
mentang-mentang pernah kuliah psikologi...sorry bukan menggurui ya. Pola
komunikasi antara perempuan dan laki-laki itu berbeda. Perempuan
umumnya berkomunikasi untuk mencari empati, sebaliknya laki-laki
berkomunikasi untuk mencari/ memberi solusi. Inilah yang menyebabkan;
Gubrak di atas.
Kita ambil contoh percakapan antara Ida dan
suaminya. Si Ida mengeluhkan panas dan capek. Ia hanya ingin mengeluh,
dan tidak membutuhkan solusi. Sedangkan, di mata suami, istrinya
tersebut butuh solusi, makaya ia memberi solusi. Tidak usah kerja, kalau
mengeluh atau capek. Dengan solusi itu, bagi Ida justru hal yag sangat
tidak diharapkan. Sebab, dia sudah tahu solusinya.
Lantas, apa
maksud Ida mengeluh, kalau tidak butuh solusi? Mungkin itu pertanyaan
para laki-laki. Aneh kan, mengeluh dikasih solusi, malah marah-marah.
Padahal,
bagi Ida, ia hanya membutuhkan empati. Dia hanya butuh diperhatikan,
butuh ceritanya didengarkan, butuh keluhannya ditampung. Itu saja, no
coment apalagi solusi.
Ida haya butuh jawaban, misalnya: “Iya
memang mulai musim kemarau, cuaca panas sekali,” itu saja sudah
menghibur bagi dia. Atau syukur kalau misalnya, suaminya mau bersusah
payah,”Oke, papa ambilkan jus di kulkas ya.” Pasti bagi Ida akan semakin
membanggakan memiliki suami seperti itu.
Sedangkan untuk kasus
Milna, ya hampir sama. Dia tidak butuh solusi, kalau takut terbawa
pembawaan ibu-ibu perumahan yang sebagian kurang bagus, ya tidak usah
terlalu jauh bergaul dekat dengan mereka. Milna sudah tahu itu. Justru
pembatasan yang diberika suaminya, akan semakin membuatnya terkekang. Ia
hanya butuh jawaban demikian. “Ya, namanya hidup dengan orang banyak,
ada yang baik dan ada yang tidak baik. Yang penting papa akan selalu
mencintai mama bukan?”
Bukankah ungkapan itu lebih romantis, dan
mengena dengan tanggapan curhat Milna, daripada memberi solusi yang
tidak dibutuhkan oleh para perempuan tersebut.
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.